Minggu, 06 September 2015

Sepenggal kalimat-ku.

"Tak perduli, yang penting ku putar dan ku perdengarkan hingga ku terlelap" - (h.chg)
"Biarkan aku terus mendengarkan lantunanmu hingga akhirnya ku bisa mendengarkan suaramu dari dekat; lagi. Secepatnya " - (h.chg)


"Tak perlu yang sempurna, yang penting selalu ada" - (h.chg)


"Pengakuan itu bagus, tapi tak kalah bagus dengan tindakan" - (h.chg)


"Jika hanya diam di tempat, cepat atau lambat akan hilang terbawa lari yang lainnya" - (h.chg)


"Biar, meski tak jelas. Namun dirimu jelas. Tak semu. Biar, tentang perasaan. Lebih baik, tentang ada dan tidak ada" - (h.chg)


"Perbedaan itu terlihat jelas. Betapa tidak aku sadar secepat kilat" - (h.chg)


"Seperti angin, yang menghampiri bahkan menggoyah kesepian da ketiadaan. Jika ramai dia enggan" - (h.chg)


"Saat hati mulai lancang tertuju pada seseorang, lantas bagaimana bisa hati ditahan, seperti menahan lapar, menyakitkan" - (h.chg)

"Nyata namun semu, itulah kamu. Biarlah tak usah hiraukan" - (h.chg)


"Semakin dalam, aku rindu. Hingga tinta pena habis dan tak dapat menggoreskan lagi pada kertas itu" - (h.chg)


"Tapi setidak-tidaknya, ku nikmati. Meski akan jatuh juga" - (h.chg)


"Ada, dan selalu ada. Membuatku dengan lancang semakin mendambamu" - (h.chg)



"Matahari tak ku lihat lagi, tapi kau masih di tempat yang sama. Melindungi. " - (h.chg)



---

Tinta ini, Tanda.

Kamu tahu, sudah berapa banyak tetes tinta yang kugoresan pada kertas
Menulis tentangmu. Bagaimanamu
Tak terbendung, selalu menjadi sepenggal bahkan lebih kalimat
Ku relakan per tintanya habis
Dan ku ganti dengan tinta yang baru, agar aku tetap bisa menggoreskan-mu pada kertas ini
Kamu tahu, Aku
Sebentar berpikir
Sebentar menulis
Sebentar mengingat
Sebentar menulis lagi
Begitu seterusnya, hingga tak sadar kertasku telah diisi penuh oleh ribuan huruf-huruf.
Kamu itu apa?
Bisa-bisanya dengan mudah menarik seluruh duniaku jadi tentangmu
Padahal sebelumya, dari sejak lama kau adalah Diaryku
Namun sekarang, kuurungkan niatku untuk kujadikan kau Diaryku
Kembali ku goreskan tinta pada kertas sebagai Diaryku
Karena kamu, bukan Diaryku lagi
Melainkan isi dari Diaryku
Sungguh tak lucu bukan?
Biarlah orang menertawakanku
Kamu itu jenaka
Aku suka, sungguh.
Jangan lagi.

(h.chg)






Selasa, 14 Juli 2015

(a)KU

Aku tak bisa nilai diri aku seperti apa buruknya
aku juga tak bisa nilai diri aku seperti apa baiknya
Aku melakukan hal sesuai instingku, atau sesuai hatiku.
Tapi mungkin masih banyak orang yang sangat tidak berkenan dengan tingkah laku dan ucapanku.
Orang bilang harapan harapan perubahanku hanyalah hiasan belaka, yang melulu tidak ada rubah rubahnya.
Pribadi mana yang tak ingin berubah menjadi lebih baik lagi?
tidak ada.
Aku hanya salah metode, bagaimana untuk bisa berubah dimata orang lain.

Tak penting seberapa banyak opiniku tentang diriku yg sudah seberapa jauh aku berubah, akhir akhirnya hanya oranglain saja yang bisa menilaiku sudah berubah atau belum.

Orang mungkin muak denganku, muak dalam tingkah manisnya, muak dalam tutur kata manisnya; karena aku tetap menjadi pribadi yang mudah terbawa perasaan dan orang bilang aku tak berubah berubah.

Entah, nyatanya aku tidak benar benar cepat bete.
Entah, orang yg menilaiku. Orang tak peduli apa opiniku - tentang aku.

Yang orang orang mau, aku segera berubah. Sesuai dengan apa yg ku harap harapkan.
Orang maunya aku berubah, sama persis seperti semua harapan yang ku canangkan, yang orang bilang itu hanya hiasan saja.

Hiasan.
Hiasan.
Hiasan.
Mulutmu, sewaktu waktu sering menusukku dengan halus.
Hiasan.

Jumat, 15 Mei 2015

Apakah Semua yang 'Terlalu' itu Buruk?

Perasaan sayang?
Kalian semua pasti pernah, sedang memiliki perasaan sayang kenapa lawan jenis.
Ini lain konteks dengan kita sayang dengan keluarga, atau Yang Maha Esa.
Ini perihal, percintaan. Yang katanya ada rasa sayang dan rasa cinta.
Apalagi kalo rasa sayang itu semakin tumbuh semakin mengakar, menjadi TERLALU SAYANG

Perasaan ‘Terlalu sayang’ itu benar adanya. Perasaan itu tumbuh subur seperti dituai pupuk disetiap harinya. Namun apa yang terjadi saat pertengkaran hebat melipir tanpa permisi, yang terasa pertama kali adalah ‘Rasa sakit hati’. Sakit hati bukan main, hingga tak tau apa lagi yang harus dilakukan dan harus bersikap seperti apa.

Dari sebuah pertengkaran, untuk seorang perempuan yang hatinya diciptakan lembut mereka pasti menangis. 
"Menangislah jika perlu, jika dengan menangis kepedihan dan luka akan luruh bersama air mata. Jangan takut untuk diejek cengeng atau lemah, menangis itu bukan pertanda lemah"

Mereka menangis karena sudah tak tau lagi apa yang harus diungkapkan, terlebih sesak yang dirasakan dalam hati adalah buah dari ‘pohon terlalu sayang’ yang tumbuh subur.

Entah siapa yang mengharuskan kita untuk terlalu sayang kepada lawan jenis, nyatanya itu terjadi tanpa sadar, terjadi begitu saja. Karena kita adalah makhluk hidup yang diberi segenap hati dan perasaan, agar kita bisa memperlakukan sesama makhluk hidup lainnya dengan sepenuh hati. Tapi tak banyak dari mereka, yang mungkin hatinya sudah membeku, tak ada belas kasihan, tak ada rasa sayang, tak ada rasa cinta, mereka sudah ternina-bobokan kebencian yang amat sangat, lalu mereka menerlantarkan bagian dari keluarganya.

Mengapa harus ada kalimat “Terlalu Sayang” ketika pertengkaran atau perpisahan terjadi dan yang kita dapat hanyalah buah kepedihan dari pohon terlalu sayang yang tumbuh subur dipupuki cinta-cinta. Mengapa harus ada perasaan “terlalu sayang” jika pertengkaran dan perpisahan hanya membendung tangisan luka memilu.

Sebenarnya apa yang salah?

Saat kita hanya memiliki perasaan “Sayang” pada lawan jenis, lambat laun akan akan tumbuh subur menjadi “Sangat Sayang” atau tumbuh tak subur menjadi “Tidak Sayang, Lagi”.
Tapi kita tidak bisa mengelak adanya pertumbuh suburan perasaan itu, karena waktulah yang menuainya. Waktu dan cerita cinta yang menjadi pupuknya, apakah akan betumbuh subur atau tidak. Kita tidak bisa menghentikan pertumbuhan itu, itu terjadi begitu saja.
Yang pada akhirnya, dengan besarnya rasa sayang kita terhadap lawan jenis, membuat mereka semakin menjadi KITA. Aku dan kamu. Membuat seseorang memiliki hati yang lebih peka bahkan lebih sensitif dari biasanya, itu karena mereka mempunyai rasa sayang yang besar kepada seseorang.

Tak salah jika kita lambat laun memiliki rasa sayang yang besar kepada lawan jenis, tapi apakah aku, kita, kalian siap jika sewaktu-waktu ada yang harus memisahkan dua sejoli? Pasanganmu? Pasangan kalian? Ku rasa tidak, yang memiliki rasa sayang yang besar tidak akan siap begitu saja, dia pasti merasakan rasa yang benar banar sakit yang memojokkan bahkan banyak ingin mengakhiri hidupnya.

Itu semua kembali pada pribadi masing-masing, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.
Makan berlebihan, itu serakan.
Air yang berlebihan, itu menyebabkan banjir.

Sayang yang berlebihan, itu membuatmu sakit jika waktu memisahkan.

Lalu apa kita harus menyayangi lawan jenis dengan sewajar-wajarnya? dengan menghentikan gejolak jika sewaktu-waktu rasa "SANGAT SAYANG" menghampiri tanpa permisi?

Apa serumit itu?

Ku pikir, seseorang yang sudah terlanjur terlalu sayang kepada pasangannya itu adalah pondasi; kekuatan untuk batinnya sendiri.
Mungkin.
Buktikanlah sendiri.

Minggu, 26 April 2015

Belenggu Dira & Dave

PART I (06/11/14)

"Perasaan itu gabisa dibohongin, hati itu gabisa dipaksakan" kataku.

Semenjak galau teramat sangat, aku seperti enggan berujung sulit membuka hati lebar-lebar hanya untuk seorang lelaki. Entah apakah ini sebuah trauma yang berkepanjangan atau sekedar perasaan saja aku masih belum memahaminya.

Seseorang itu sepertinya mengagumiku, aku tak tahu pasti apa yang sebenarnya. Dia adalah Dave, teman baruku di Universitas. Menurutku dia cukup baik untuk ku ajak menjadi temanku, makanya sejak itu juga ku nobatkan Dave sebagai teman baruku. Perkenalan yang singkat itu menjadi berkepanjangan. Seperti biasanya aku tak memperdulikan sekitar, dengan acuhnya aku berlagak seperti tidak tahu apa-apa tentangnya. Sejak awal aku dan Dave hanya mengenal satu sama lain seperti layaknya dua individu bertemu dan berkenalan. Tak lama, Dave lebih sering menghubungiku. Dengan acuhnya aku selalu bersikap dingin merespon Dave yang lagi lagi terus menghubungiku tanpa henti. Sesaat aku terbawa suasana, kadang sosok acuhku mendadak hilang ditelan suasana, dan keadaan menjadi semakin hangat dengan sikap Dave yang bisa meluluhkan keadaan. Aku yang hanya menganggap Dave sebagai teman biasa, seolah lupa bahwa Dave berbeda. Dia tidak lagi menganggapku sebagai teman biasa dan aku kadang melupakan perbedaan itu, perbedaan yang mendasar didalam hati. Tapi aku masih tetap kukuh pendirian untuk terus mengacuhkan Dave, karena inilah aku dengan segala kekuranganku.

Tak ada, semakin hari aku semakin sangat acuh pada Dave. Tiba-tiba datanglah seseorang masuk kedalam cerita hidupku, namanya Jack. Sejak awal, dia sudah terlalu frontal memperlihatkan bagaimana dia menyukaiku. Aku yang sedikit risih dengan perlakuannya, mencoba untuk bersikap biasa saja dihadapannya.

Hari ke hari terus berlalu. Minggu ke minggu terus berlalu. Bulan ke bulan terus berlalu. Aku masih saja bersikap acuh tak acuh terhadap Dave, karena inilah aku yang sebenarnya, inilah perasaanku yang sebenarnya. Semakin lama, aku lebih sering bertemu Dave juga teman-temannya. Sesekali kita berpapasan atau bahkan tak sengaja bertemu ditempat yang sama, dan yang kulakukan hanyalah menatap sinis penuh candaan bahkan sesekali kita saling bertegur sapa. Tapi perasaa ini tetap sama, masih menganggap Dave hanyalah teman biasa, belum ada yang spesial di hati. Dengan kegigihan Dave, dengan sikapku yang acuh tak acuh, dengan sikapku yang dingin Dave masih bersikeras untuk terus mendekatiku dengan berbagai cara.

"Dirrrrrrrr, sini sombong amat" kata Dave.
Dan aku hanya membalas ajakannya dengan lambaian tangan dan senyum lebar.
"Dir, gue udah berbulan bulan ini mencoba membuat hubungan baik sama lo, dengan lo yang sangat teramat acuhin gue. Disitu gue bukan menyerah, tapi gue smkin usaha keras. Disisi lain, ada cewek yang suka sama gue, disitu gue punya dua pilihan antara gue terus perjuangin lo / gue deketin cewek yang emang dasarnya udah suka gue. Cuma lewat mimpi, Gue putuskan gue mau perjuangin lo, Dirrr"

dari waktu ke waktu, kami semakin cukup dekat hingga pada akhirnya timbulah perasaan yang sudah tak aneh lagi dirasakan remaja-remaja seusiaku.




-- Beberapa bulan kemudian -- (26/04/15)
Awalnya aku menjudge diriku sebagai sosok "traumatic". Tapi ternyata tidak, Dave dengan hebatnya menghilangkan traumaku membuka hati untuk oranglain. Entah dengan cara apa dan bagaimana bisa ternyata aku menyukai lelaki yang aku acuhkan mati matian.

-------


Dan dengan senang hati, Dira dan Dave kini bersama. Bahkan sudah terhitung berbulan-bulan mereka melukiskan kisah bersama di kanvas yang sama.

Seperti alurnya, kanvas itu kadang berwarna gelap mendung terkadang juga terang cerah. Tapi warna itu tetap melekat, tidak seperti pelangi yang indah dengan bermacam warna namun hanya sekilas.


------



With Love,


Dira & Dave