Jumat, 19 Februari 2016

Tiga

Sudah nampak lebih jelas dengan apa yang kemudian ku pikir pikir lagi. Sesekali ku buat lupa dengan apa yang silam telah berlalu, agar lebih ku fokuskan pada sekarang. Tidak banyak yang yang sedang ku taruh lagi dalam pikiranku, hanya saja segerombol kadang mendadak datang memenuhi seisi kepalaku, memusingkan.

Ku sapu, seperti debu. Mungkin harus sering ku usir pergi dari jangkauanku yang tak kadang hanya menyesakkan saja. Sesekali ku mencoba terbuka diri, dengan orang-orang yang ku pikir sangat tidak mengasikan. Aku hanya ingin menghindari sebuah sangkaan hanya melihat luarnya saja, itulah alasan mengapa aku, mencoba. Agar aku bisa tau, siapa mereka.

Disamping itu, aku yang tidak sedang baik diajak bergurau, tidak sedang baik diajak beremosi. Minggu lalu, sepertinya bukan minggu yang baik untukku. Terlalu mencolok membuatku masih tak habis pikir akan tempo lalu. Benar saja, teka-teki silang perlahan terjawab bagai nomer pertama hingga nomer terakhir. Tapi ternyata aku bisa melalui masa masa dimana entah harus sedih, marah, senang, kecewa, kesal entah harus apa yang ku ekspresikan.

Dan kembali ada kisah baru, meski tak perlu peran baru tetap ku sebut kisah baru. Tidakkah ku sangka sangka akan jadi seperti ini?
Kita lihat, apa yang akan terjadi selanjutnya?


-------
Empat

Jumat, 12 Februari 2016

Dua

Aku tidak sedang bergurau
Bagaimana aku, bagaimanamu
Sedikit saja ku beri arti
Apa kau biarkan jadi tak berarti?

Bagaimana dengan perihal buku?
Buku yang baru, masih mencuatkan bau yang menyengat. Tajam penuh arti.
Lalu tinggal ku ukir sendiri isi bukunya
Dengan warna, dengan garis, dengan huruf
Yang melibatkan kamu

Tapi, sebagian orang terlalu malas
Mengukir kembali kisahnya di buku yang baru
Mengukir warna
Mengukir kata
Mengukir kisah, yang harus dari halaman pertama.
Itu lah penyebab sebagian orang lebih ingin membuka buku lama
Yang hanya tinggal melanjutkan
Hanya tinggal membuka
Di halaman ratusan ribuan; sekian.

Kamu atau aku
Apa hanya menorehkan kisah saja
Itu berat
Apa hanya menggoreskan tinta kita
Itu berat

Tak seberat kehilangan
Tak seberat melepaskan

Terkadang, berusaha itu harus.
Karena ada usaha yang ternyata lebih berat
Lagi.
Yang jadi kita
Entah jadi mereka

Satu

Mengapa begitu sulit untuk sekedar marah
Mengapa begitu sulit untuk sekedar menunjukan rasa kekecewaan
Mengapa untuk kesal saja tidak mudah

Tidak adakah amarah yang menyarang
Bergemuruh di pelataran hati
Tidak adakah kebencian yang membalut relung
Menggerogoti belah kasih

Bila semua sudah terjadi
Sampaikan padaku, yang di rasa rasa
Hujan takan melunturkan
Panas takan memuaikan
Dingin takan membekukan
Masih terjaga dalam suasana yang netral
Dalam hati, yang tak ku campur adukkan.

Rabu, 10 Februari 2016

Bagaimana denganmu

Bagaimana denganmu?
Apa sudah merasa bersalahkan atas apa yang kau pikir baik. Tidakkah kau berprasangka, jika yang kau lakukan tidak tepat. Hanya membuat suatu celah masalah baru. Ah aku bisa apa..

Bagaimana denganmu?
Apa sudah kau pikirkan bagaimanamu perbaikinya? Dengan kamu yang sedemikian rupa begitu. Apa kau sudah sesali? Apa yang kau canangkan benar kau lakukan?

Bagaimana denganmu?
Jika kamu, alasan mengapa tak ada rasa marah. Tak ada rasa kesal yang berkepanjangan. Tak ada rasa benci yang tertanam di hati.

Bagaimana denganmu?
Sudahkah kau laksanakan ucapmu?
Tak ada tatap, sampai ku lunturkan.
Tak ada pertemuan, sampai ku bisa melupa.
Apa usahamu?

Versimu

Dengan dan tanpa
Aku, kamu yang mana
Dengan dan tanpa
Bagaimana kamu padaku
Dengan dan tanpa
Akan sebuah waktu tak akan menjawab

Kesempatan
Keliru kah kamu

Lakumu, ku tunggu
Menjadi kunci, dari praduga
Aku dekat
Tapi ku coba jauhkan
Agar ku tahu, sejauh mana gapaimu

Dengan dan tanpa
Aku tetap sama
Dulu dan sekarang
Versi berbedaku
Kemarin dan sekarang
Versi berbedamu?

Jika ku lihat lagi sudut pandangnya
Berliku memusingkan
Enggan marah enggan dendam
Mungkin itulah masalahnya
Prahara yang tersambung

Akankah ada versi selanjutnya?

Selasa, 09 Februari 2016

Kau

Pedih
Luka yang tergores ini terlalu dalam
Dengan aku, yang merasa yakin
Ternyata yakin terkena pedih
Luka lalu luka
Pedih yang lalu pedih

-----------

Kemana harus ku berlabuh
Disaat aku tenggelam
Dan kau tenggelamkanku
Tenggelam dalam pilu yang memilu
Tenggelam dalam pedih yang meradang

Kemana harus ku menepi?
Saat kau hempaskan dengan sebuah kenyataan
Apa harus ku percaya lagi?
Disaat semua yang kau canangkan, tak ada benar-benarnya
Saat yang kau bisikan, tak ada fakta-faktanya
Membual layak fasih
Mendarah daging, terbiasa.



Jumat, 05 Februari 2016

Rasa?

Ada rasa yang masih tertinggal
Rasa yang masih ingin dipertanggung jawabkan
Atas aku, yang ternyata masih
Meski sempat terpendam tertumpuk
Tapi rasa itu masih nyata
Masih ada, masih berasa..

Ragu, takut, khawatir, cemas
Menggulung menjadi gumpalan bumerang
Yang kadang akan menghantamku saat pemikiran negatif melipir tak sopan
Betapa tidak, banyak hal yang membuatku sangat bertanya
Mungkinkan inginku selesaikan?
Agar tak ada lagi penasaran penasaran yang bergentayangan

Lebih beda, lebih nyata, lebih mengetuk
Entah apa yang sebenarnya membuat beda
Rasa.. Rasa.. Rasa..
Rasa yang ternyata masih ada
Rasa yang ternyata masih ingin kusanjungi
Rasa yang ternyata belum ku hanguskan

Meski dengki dendam bahkan benci pernah menyelimuti seluruh hatiku; kamu.
Tapi ketahuilah, aku bukan orang pendendam
Tanpa sadarpun, aku telah menghapuskannya sedari lama
Hingga tanpa sadar, dengki murkaku telah habis tertelan waktu

Waktu, waktu menjawab.
Waktu
Kau beriku jawaban, atas akhir dari perjalanan kan seperti apa
Waktu
Kuharap kau terus beriku pertanda
Akan sebuah rasa ini