Jumat, 15 Mei 2015

Apakah Semua yang 'Terlalu' itu Buruk?

Perasaan sayang?
Kalian semua pasti pernah, sedang memiliki perasaan sayang kenapa lawan jenis.
Ini lain konteks dengan kita sayang dengan keluarga, atau Yang Maha Esa.
Ini perihal, percintaan. Yang katanya ada rasa sayang dan rasa cinta.
Apalagi kalo rasa sayang itu semakin tumbuh semakin mengakar, menjadi TERLALU SAYANG

Perasaan ‘Terlalu sayang’ itu benar adanya. Perasaan itu tumbuh subur seperti dituai pupuk disetiap harinya. Namun apa yang terjadi saat pertengkaran hebat melipir tanpa permisi, yang terasa pertama kali adalah ‘Rasa sakit hati’. Sakit hati bukan main, hingga tak tau apa lagi yang harus dilakukan dan harus bersikap seperti apa.

Dari sebuah pertengkaran, untuk seorang perempuan yang hatinya diciptakan lembut mereka pasti menangis. 
"Menangislah jika perlu, jika dengan menangis kepedihan dan luka akan luruh bersama air mata. Jangan takut untuk diejek cengeng atau lemah, menangis itu bukan pertanda lemah"

Mereka menangis karena sudah tak tau lagi apa yang harus diungkapkan, terlebih sesak yang dirasakan dalam hati adalah buah dari ‘pohon terlalu sayang’ yang tumbuh subur.

Entah siapa yang mengharuskan kita untuk terlalu sayang kepada lawan jenis, nyatanya itu terjadi tanpa sadar, terjadi begitu saja. Karena kita adalah makhluk hidup yang diberi segenap hati dan perasaan, agar kita bisa memperlakukan sesama makhluk hidup lainnya dengan sepenuh hati. Tapi tak banyak dari mereka, yang mungkin hatinya sudah membeku, tak ada belas kasihan, tak ada rasa sayang, tak ada rasa cinta, mereka sudah ternina-bobokan kebencian yang amat sangat, lalu mereka menerlantarkan bagian dari keluarganya.

Mengapa harus ada kalimat “Terlalu Sayang” ketika pertengkaran atau perpisahan terjadi dan yang kita dapat hanyalah buah kepedihan dari pohon terlalu sayang yang tumbuh subur dipupuki cinta-cinta. Mengapa harus ada perasaan “terlalu sayang” jika pertengkaran dan perpisahan hanya membendung tangisan luka memilu.

Sebenarnya apa yang salah?

Saat kita hanya memiliki perasaan “Sayang” pada lawan jenis, lambat laun akan akan tumbuh subur menjadi “Sangat Sayang” atau tumbuh tak subur menjadi “Tidak Sayang, Lagi”.
Tapi kita tidak bisa mengelak adanya pertumbuh suburan perasaan itu, karena waktulah yang menuainya. Waktu dan cerita cinta yang menjadi pupuknya, apakah akan betumbuh subur atau tidak. Kita tidak bisa menghentikan pertumbuhan itu, itu terjadi begitu saja.
Yang pada akhirnya, dengan besarnya rasa sayang kita terhadap lawan jenis, membuat mereka semakin menjadi KITA. Aku dan kamu. Membuat seseorang memiliki hati yang lebih peka bahkan lebih sensitif dari biasanya, itu karena mereka mempunyai rasa sayang yang besar kepada seseorang.

Tak salah jika kita lambat laun memiliki rasa sayang yang besar kepada lawan jenis, tapi apakah aku, kita, kalian siap jika sewaktu-waktu ada yang harus memisahkan dua sejoli? Pasanganmu? Pasangan kalian? Ku rasa tidak, yang memiliki rasa sayang yang besar tidak akan siap begitu saja, dia pasti merasakan rasa yang benar banar sakit yang memojokkan bahkan banyak ingin mengakhiri hidupnya.

Itu semua kembali pada pribadi masing-masing, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.
Makan berlebihan, itu serakan.
Air yang berlebihan, itu menyebabkan banjir.

Sayang yang berlebihan, itu membuatmu sakit jika waktu memisahkan.

Lalu apa kita harus menyayangi lawan jenis dengan sewajar-wajarnya? dengan menghentikan gejolak jika sewaktu-waktu rasa "SANGAT SAYANG" menghampiri tanpa permisi?

Apa serumit itu?

Ku pikir, seseorang yang sudah terlanjur terlalu sayang kepada pasangannya itu adalah pondasi; kekuatan untuk batinnya sendiri.
Mungkin.
Buktikanlah sendiri.