Sabtu, 07 Juni 2014

Lalu Kukatakan ini Biarlah


Panas yang terik. Alunan angin menyapu dedaunan, dedaunan beradu menghasilkan suara yang khas disitulah aku berdiri. Memandang awan biru muda, dengan cuaca yang cerah disitulah aku mengadu. Hanya terdapat aku, seperti burung yang meninggalkan sayap-sayapnya. Pada siapa aku berlabuh? pada siapa ku tambatkan hati ini?
Aku seperti kapal yang porak poranda. Mungkin ulahku ini mengacaukanku. Seperti boomerang yang menyapu bersih diriku sendiri.
Lagi lagi, Aku. Aku ingin berhenti, tapi aku tak tahu apa yang harus kuhentikan. Aku yang memulai, tapi aku tak kuat untuk terus berjalan terlalu jauh dengan jarak yang tak ditentukan. 
Sampai kapan cerita ini akan terus teruntai? Sampai dimana kesanggupan itu ada? Dimana harus kucari kuncinya? Lalu ku ulangi, pada siapa aku harus berlabuh? Tolonglah aku…
Mungkin beberapa pasang mata diluar sana menganggapku manusia madar. Semua orang berhak memberi penilaian. Tapi sebelum mereka menilaiku, kau sebaiknya telusuri apa penyebabnya. Dimana ada akibat, pasti sebelumnya terdpat banyak sebab. Atau bahkan mereka menganggapku bodoh karena aku tak bisa membuka pintu ini. Dan yang untuk kesekian kalinya. Tapi ini bukan keinginanku, Aku mohon mengertilah…
Mungkin pengaduanku bersifat percuma, semuanya sudah terlanjur. Tapi yang terlanjur itu jangan dibiarkan terlanjur. Seperti terlanjur tenggelam dalam lumpur hidup, apa aku harus diam hingga aku ‘terlanjur’ tenggelam smakin dalam? atau aku harus segera bangkit dan mencuci semua lumpur itu dengan air bersih? Lagi lagi hidup itu perlu pilihan. Tak bisa keduanya ku lakukan secara bersamaan. 
Kadang hipotalamusku berkata agar aku menyampaikan pesan itu dengan segera. Tapi dibalik itu, hati berkata lain. Seakan hati sesekali menunda untuk jangan menyampaikan pesan itu terlalu cepat. 
Rasa sayang itu mungkin bisa diungkapkan. Tapi jika ada yang bilang ‘sayang banget’ itulah yang harus dipertanyakan. Karena ‘sayang’ itu adalah mendoakan agar lebih baik, dan ‘cinta’ itu adalah membimbing ke arah yang lebih baik.
Tapi pesan itu sudah kusampaikan dengan sebaik mungkin. Berharap pihak itu menerima dengan sangat lapang dada dibarengi dengan Ikhlas. 
Semua yang terjadi atas kita, kalian, kamu bahkan mereka semua sudah tertulis disebuah kitab yang bernama Lauhal Mahfudz. Tapi bukan berarti kita berhenti meminta karena nasib kita sudah tertulis lengkap oleh sang maha Pencipta, kita masih dituntut untuk selalu berdoa, meminta dan memohon. Semua yang terjadi tidak ada yang kebetulan, karena semuanya atas izin Allah. 
Kita hanya bisa menduga-duga. Kadang kita kesal, merasa mendapatkan sesuatu yang tidak adil, tapi secara tak sadar keadilan itu sudah tertegakkan untuk kita. Hanya kita kadang tak sadarkan itu. 
Kau akan bahagia. Pasti!
Jika kamu sudah berusaha keras dan apa yang kamu minta belum kamu dapat, Allah sudah mengganti itu semua dengan yang lebih pantas menurut-Nya.
Mengesampingkan hati yang sudah hampir sayang walau ragu. Memaksimalkan otak yang sudah ingin berkata tidak untuk saat ini tapi tau jika sukses itu akan lebih membahagiakan.
Aku tak memilih otak. Aku juga tak memilih hati. Aku berikan pengertian pada otak, lalu aku berikan pengertian pada hati dan berharap itu akan sejalan. 
Setiap apapun yang kita lakukan, setiap keputusan apapun yang kita ucap terdapat hikmah dibaliknya. Namun tak semua orang bisa menemukan hikmah itu, hanya orang - orang yang bersyukur yang menyadari akan hikmah yang menghampiri. 
Mungkin hari ini aku bersedih, lalu merasa bersalah. Tapi esok, takan lagi. Hal itu jadikan pelajaran kedepannya, dan bukan untuk dilakukan lagi.
Tangisan itu jatuh tak sengaja saat aku mengadu pada Sang Pencipta alam semesta ini. Biarlah mungkin aku lelah menahannya.. 


Ini sudah jalannya. Setelah ini akan ada hikmahnya. Entah itu hal baik atau buruk yang akan datang kepada kita. 
Lalu kukatakan biarlah…
Biarlah aku pasangkan sayap - sayapnya lagi. Agar aku bisa terbang bebas menghirup udara alam semesta.
Cerita itu akan ku simpang erat - erat dalam benakku.
Biarkanlah….
Biarkanlah aku berlari seperti kereta kuda dalam dekapan tali-tali. Berlari tanpa henti, dan ku kejar semua mimpi - mimpi.
Jika cinta itu akan datang dengan sendirinya. Aku takan menjemput cinta itu sekarang. Tapi nanti…
Saat aku telah menjemput kesuksesanku.
Biarkanlah aku pergi… bertapak diatas kerasnya bumi ini. 
Berjalan dibawah untaian awan - awan.
Bertahan dalam dekapan angin yang menusuk ke dalam ulu hati.
Biarkanlah…
Aku dan kamu akan bahagia, walau bukan saat ini.


0 komentar:

Posting Komentar