Kebaikan, ketulusan kesungguhan seseorang seringkali sulit untuk
dipercaya bahkan sulit dihargai, tapi kenapa kejahatan selalu mudah mengelabui dan mudah untuk
dipercaya? Seringkali sulit membedakan
mana yang sungguh-sungguh dan mana yang sebenarnya hanya bermain-main. Kebaikan
nyaris penuh pengorbanan, terlalu banyak hal yang harus dilakukan sampai
kebaikan itu terungkap, lain dengan kejahatan yang hanya dengan mudah dilakukan,
tapi kenapa juga sulit untuk terungkapkan…
Tak sadar apa yang dirasakan, bahkan tak tahu apa yang
dirasakan, apa tak ingin tahu apa telah menimpanya tapi enggan menerima terkaan
yang terkadang salah pada fokusnya. Bukan sekedar bayangan lagi yang nampak didepan,
wujud nyata telah tampak, tapi tak berasa... atau akan telat merasakan.
Apa takut membacanya? Ataukah tak ingin sama sekali membuka
halaman depannya? Ada yang salah dengan covernya? Dengan singkat tak tertarik
melihatnya? Tapi sampai kapan akan tahu apa isinya jika halaman depannya pun
tak terbuka. Apa hanya dengan perkiraan? Atau simpang siur yang terdengar? Tanpa
sedikitpun ingin tahu apa kebenarannya? Apa dengan synopsis yang kalang kabut
dapat menyimpulkan semua pertanyaan itu…. Kurasa tidak.
Apa salahnya melihatnya sedikit saja, sedikit tapi fakta. Mungkin
meyakinkan. Tapi itu tak mungkin sejalan, apa yang dirasakan dengan apa yang
dipikirkan. Mengapa dibiarkan tak sejalan? Tak banyak berpikir. Tak akan
temukan ujung jalannya, jika hanya terus bertanya. Sesekali tak berpikir,
seolah mengalir seperti air, dibalik itu… ada yang harus dipikirkan baik-baik
sampai pada akhirnya masalah terpecahkan. Tapi selalu bertekad menolak. Menutup, tak dapat celah. Pemikiran bodoh. Dipikirkan atau dirasakan? Bukan bingung, tapi hanya tak tahu apa apa.
Keadaan memaksa untuk tak mencoba, entah ego yang membuat enggan melangkah. Tak mau bila harus tumpahkan keluh kesah tak ada ujungnya. Padahal semua penuh dengan pilihan, ya atau tidak sama sekali. Berat berkata jujur pada diri sendiri, berat pula menanggung kebodohan bila terlalu lama dibiarkan begitu saja. Enggan mengakui... bukan enggan mengakui, tapi tak mengerti. Tak bisa mengendalikan diri, apalagi memahami.
Apa nanti kata maaf akan cukup?
Biarkan aku menulis tanpa kau mengerti apa maksudku…
0 komentar:
Posting Komentar