Selasa, 20 Mei 2014

Hadiah Penyesalan

        Pernahkan sedikit terlintas dipikiranmu tentang semua yang telah berlalu kembali muncul seperti rumput kering dimusim kemarau dan tiba-tiba tanpa tersadar rimbun dipenuhi alang-alang dengan sendirinya setelah diguyur oleh hujan. Sebenarnya sangat tak sopan, jika hal itu terkuat kembali ke permukaan, seperti gosip-gosip yang dibuat ter-blow-up hanya untuk popularitas. Kejadian itu yang membuatku mengenal lebih jauh kata, menyesal... Salam kenal dariku, menyesal.

        Tak jauh beda dengan hari hari sebelumnya yang aku lewati, tapi lain dengan hari ini. Kenapa tiba-tiba sosok itu kembali dan membuatku berhalusinasi akan tentangmu yang tak seharusnya aku pikirkan lagi... Padahal sewaktu aku masih dalam belenggu rok biru tua itu, dengan penampilan polos tak karuan, dengan keacuhan pada sekitarnya. Berdiri disebelahmu dengan jarak satu kaki dari posisiku berdiri, tak ada tatap muka berbalas, hanya bersebelahan seperti orang tanpa ikatan, apalagi sekuat ikatan hidrogen. Itu sangat tidak mungkin. Sontak kau hanya berbasa basi yang kurang penting mungkin menurutku, tapi tidak dengan kau si manusia pesepak bola dan gila bola, itu yang membuatku semakin kagum. Berulang kali kau sebut-sebut nama Manchester United sementara aku hanya familiar dengan namanya saja, tidak dengan isinya, apalagi dengan sejarahnya, membuatku semakin geram padanya seperti tak ada bahasan lain lagi, kataku. Aku memang tau kalau dia memimpikan sesuatu yang menurutku sulit terwujud. Entahlah kau makhluk keras kepala yang membuatku kandang kesal menghadapimu. Berkali kali kau selalu menceritakan tentang mimpimu yang aku sendiripun masih bingung itu akan terwujud atau tidak. Kau bermimpi kau bisa berdiri tegak ditengah tengah stadion kesukaannya, Old Trafford Manchester United dan aku harus duduk menyaksikanmu bermain di stadion megah itu. Aku hanya memberinya senyum ketus saat dia mengatakan hal itu kepadaku... Aku sangat ingat betul apa yang pernah kau katakan dari kata per kata 4 tahun yang lalu...

        Lembaran itu sudah aku anggap sebagai lembaran masa laluku yang tak usah lagi aku buka dan ku ungkit-ungkit lagi dan aku kira kau pun sudah lupa. Tapi berbeda dengan kenyataannya. Kau kembali seperti manusia tanpa dosa memasang muka sumringah dihadapanku, membuat aku terhentak jauh ke dasar paling dasar tersulit dihidupku. Senyuman itu menyakitkan untukku, seperti rekaman video otomatis yang dengan cepat memutarkan kembali ke masa-masa itu. Sungguh tak berdaya aku hanya bisa membalas senyuman itu dan semenjak itu, kita kembali terjalin, seperti dulu... ini adalah sesuatu yang sangat aku takutkan. Kau seperti memberi isyarat kepadaku untuk mengajakku untuk membuka lembaran-lembaran baru tanpa kau suratkan perkataan itu, namun itu terasa cukup kuat dihatiku. Ada apa ini sebenarnya? aku benar-benar bingung menghadapi keadaan yang menyulitkan namun menyenangkan.

        Aku berperan seperti manusia polos yang tak tahu apa apa. Kali ini berbeda, aku sudah memakai rok abu-abuku yang katanya orang bilang ini masa paling indah. Berhari-hari bersama manusia keras kepala ini memang mengasyikan, bahkan sedikitnya melupakan luka pahit dimasa lalu. Dan tak salah lagi, selalu saja kau bercerita tentang klub sepak bola kesukaanmu, Kau memang tak berubah! tetap sama seperti dulu, dan kenapa aku tetap kagum kepadamu? sungguh bodoh.. sungguh.
Untuk kesekian kalinya dan untuk ke 100000000 kalinya kau bercerita ingin pergi ke Inggris hanya untuk mendatangi dan merasakan nyamannya rumput dilapangan itu, dan aku tetap harus mendampinginya dan menyaksikannya disana, sungguh bodoh. Aku selalu menganggap ini adalah sebuah leluconmu, tak pernah ku anggap serius sedikitpun, setitikpun demi matahari dan bulan kau memang manusia tak pernah serius. Lagi lagi aku harus mencaci makimu dengan berbagai sebutan.

        Lama kelamaan, ada yang salah dengan diriku. Aku sontak bersikeras tak ingin membuka pintu hatiku lagi kepada orang yang sama. Aku terlalu takut masuk ke lubang yang sama dengan kejadian yang sama. Entah apa yang telah meracuni pikiran dan ragaku untuk menolak semua ini. Padahal sebelumnya aku sudah menghapuskan semua kekesalan dan kesakithatianku pada masa itu. Sulit untuk aku mempercayaimu lagi... Aku putuskan untuk tidak berhubungan denganmu lagi, apalagi bertemu, aku sangat menghindari itu, padahal hati kecilku berkata aku sangat sangat ingin membuka lembaran baru itu dengan cerita - cerita baru yang mungkin akan lebih berwarna dibandingan masa dulu saat kita masih anak bawang.

        Dan selamat datang penyesalan, kini aku mengenalmu lebih jauh, sangat jauh...
Kau pergi menggapai impianmu, kau pergi dengan mimpimu. Aku ikut bahagia kau bisa pergi ke Inggris dan menginjakkan kaki di Old Trafford. Walau cukup sedih mendengarnya, namun aku bingung, apa aku harus menangis bahagia, atau menangisi penyesalan ini?
Tak lama dari mendengar kabar bahwa kau pergi meninggalkanku tanpa pesan... Aku mendapat sepucuk surat yang membuatku terperosok kedalaman kesedihan luar biasa. Tak biasanya ada yang mengirim surat padaku, bahkan jarang. Tapi sekarang... Ternyata isi surat itu, kau mengharapkanku untuk duduk dibangku stadion dan menyaksikanmu bermain sepak bola disana. Sontak kuteteskan air mata menyentuh tanah membasahi dasar bumi. Aku tersentuh, ternyata aku bodoh. Aku harus pergi ke Inggris, dan tak usah pikir panjang, menyaksikanmu di Old Trafford Manchester United dan membuka hati lagi untukmu. Aku berjanji aku akan pergi kesana sebelum kau bertanding, aku akan mendampingimu... Inggris I'm in Love!

Kau masa depanku. Walaupun masa laluku tak indah, tapi itulah awal dari segalanya.




-post ini diikut sertakan dalam Blog Contest NGEMIL EKSIS PERGI KE INGGRIS #InggrisGratis Mister Potato



0 komentar:

Posting Komentar